Kasus keracunan massal setelah mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah sekolah menarik perhatian banyak pihak, termasuk legislatif. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyoroti insiden tersebut dan menegaskan pentingnya penanganan bersama agar kejadian serupa tidak terulang.
Latar Belakang Program MBG dan Insiden Keracunan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan gizi serta kesehatan siswa di berbagai jenjang pendidikan. Dengan memberikan asupan makanan secara cuma-cuma di lingkungan sekolah, diharapkan kualitas pembelajaran dan perkembangan siswa dapat tumbuh optimal. Namun, implementasi program ini belum berjalan sempurna. Dalam beberapa kesempatan, ditemukan kasus keracunan massal yang melibatkan puluhan hingga ratusan siswa setelah mengonsumsi MBG. Kasus ini tersebar di berbagai daerah dan menjadi perhatian publik serta otoritas terkait.
Sorotan DPR RI terhadap Kasus Keracunan MBG
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengaku prihatin terhadap kasus keracunan massal yang terjadi setelah konsumsi MBG di sekolah-sekolah. Lalu Hadrian menilai peristiwa ini tidak bisa dianggap enteng, apalagi menyangkut kesehatan peserta didik yang merupakan generasi penerus bangsa.
“Kami sangat prihatin atas terjadinya peristiwa keracunan secara massal ini. Kesehatan anak-anak di sekolah adalah prioritas, sehingga perlu langkah-langkah konkret agar hal serupa tidak terulang,” ujar Lalu Hadrian.
Lebih lanjut, DPR meminta agar evaluasi menyeluruh segera dilakukan baik oleh Badan Gizi Nasional (BGN) maupun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), khususnya Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen), guna memastikan keamanan program MBG di lapangan.
Usulan Kolaborasi Lintas Lembaga
Menyadari pentingnya penanganan komprehensif, Lalu Hadrian mendorong BGN dan Ditjen Dikdasmen untuk meningkatkan koordinasi. Menurutnya, solusi cepat dan tepat hanya bisa dicapai bila semua pihak terkait bersinergi dalam pengawasan serta evaluasi pelaksanaan MBG. Ia juga mengingatkan perlunya sistem kontrol berjenjang—mulai dari proses penyediaan, distribusi, hingga pengawasan makanan yang dibagikan kepada siswa.
“Kami mengusulkan agar BGN menggandeng Ditjen Dikdasmen untuk bersama-sama mencari solusi efektif, demi memastikan tidak ada lagi kejadian serupa di sekolah mana pun,” tuturnya.
Pentingnya Pengawasan dan Standar Keamanan Pangan
DPR menekankan bahwa salah satu faktor utama penyebab keracunan makanan adalah lemahnya pengawasan mutu dan distribusi pangan. Untuk itu, penetapan standar keamanan bahan makanan dan pelaksanaan inspeksi berkala sangat diperlukan. Selain itu, penting pula memberi pelatihan kepada petugas dan penyedia makanan tentang keamanan pangan serta penanganan higienitas selama proses produksi dan penyajian makanan.
Imbauan bagi Pihak Sekolah dan Orang Tua
Pihak sekolah didorong untuk lebih selektif dalam memilih penyedia makanan gratis yang akan dibagikan. Pemerintah daerah diminta juga berperan aktif dalam pengawalan distribusi MBG agar kualitas tetap terjaga. Orang tua diajak untuk aktif memberikan edukasi kepada anak-anak soal pentingnya mengenali makanan aman dikonsumsi dan segera melapor jika merasa gejala tidak biasa setelah makan di sekolah.
Kronologi dan Dampak Kasus Keracunan
Dalam beberapa kasus keracunan massal MBG, siswa mengalami keluhan seperti mual, muntah, diare, dan lemas. Pihak sekolah dan dinas kesehatan setempat bergerak cepat dengan memberikan penanganan medis kepada siswa yang terdampak serta melakukan investigasi penyebab keracunan. Dari insiden-insiden tersebut, beberapa murid harus menjalani perawatan di fasilitas kesehatan sementara sebagian lainnya cukup melalui observasi ringan di sekolah.
Langkah-langkah Pencegahan dan Evaluasi Program
Evaluasi menyeluruh menjadi keharusan demi memperbaiki sistem MBG. DPR meminta agar adanya pendataan lebih instan dan responsif ketika terjadi insiden, termasuk pendokumentasian kronologi, jumlah korban, serta jenis makanan yang diduga jadi penyebab. Selain itu, meminta dibuatnya protokol keamanan pangan khusus program MBG serta ketersediaan pos pengaduan dan respons darurat di setiap sekolah penerima MBG.
- Melakukan audit rutin terhadap penyedia makanan MBG
- Meningkatkan pelatihan dan sertifikasi keamanan pangan untuk penyedia dan petugas sekolah
- Mendirikan tim pengawasan terpadu lintas sektor
Respons Pemerintah
Pemerintah pusat melalui instansi terkait juga menyampaikan komitmennya untuk mengusut dan membenahi sistem MBG agar aman dikonsumsi siswa. Kemendikbudristek dan BGN bersinergi melakukan investigasi terhadap setiap kasus yang muncul, serta memperbaiki alur logistik dan standar layanan makanan gratis di sekolah.
Kerjasama Semua Pihak
Mengatasi persoalan keracunan MBG memerlukan kerja sama antara pemerintah, sekolah, penyedia makanan, orang tua, hingga siswa itu sendiri. Penegakan aturan dan sanksi tegas bagi pelanggar standar keamanan pangan juga tak bisa dikesampingkan demi perlindungan anak di lingkungan pendidikan.
Harapan untuk Program MBG ke Depan
DPR berharap evaluasi dan perbaikan sistem MBG dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap program ini. Keamanan, kualitas, dan manfaat MBG seharusnya tetap menjadi prioritas tanpa mengurangi substansi tujuan awal, yakni peningkatan kesehatan dan mutu pendidikan siswa Indonesia.
Pada akhirnya, upaya pencegahan, pengawasan ketat, dan penanganan cepat menjadi kunci utama agar kasus keracunan massal MBG tidak terulang serta menjaga hak anak-anak memperoleh makanan sehat di lingkungan sekolah.